Rabu, 23 Januari 2013

Preeklampsia part 1

PRE-EKLAMSI KEHAMILAN
1.     Definisi pre eklamsi
·         Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).
·         Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa. (Rukiyah, 2010).
·         Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)
·         Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009)
·         Pre eklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)
 Etiologi
Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of theory” (Rukiyah, 2010).
 Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan hal – hal berikut : (1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa W, 2006).
 Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah:
1)    Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel (Rukiyah, 2010).
2)    Peran faktor imunologis
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).
3)    Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi pada manusia; (2) terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) (Rukiyah, 2010).
 Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
 Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis (Rukiyah 2010).
 Sedangkan menurut Angsar (2008) teori – teorinya sebagai berikut:
1)    Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
 2)    Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a.Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
b.Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
a)    Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
b)    Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c)    Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .
d)    Peningkatan permeabilitas kapiler.
e)    Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.
f)     Peningkatan faktor koagulasi

3)    Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.

4)    Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
 5)    Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
 6)    Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7)    Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.

3.    Patofisiologi
Menurut Bobak (2004) adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance [SVR]), peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada pre eklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel – sel darh merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai pre eklamsia. Vasopasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidak seimbangan abtara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2.  Selain kerusakan endotelil vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intra vaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsia mudah menderita edema paru.
 Hubungan sistem imun dengan pre eklamsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan pre eklamsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respons imunologis lanjut. Teori ini di dukung oleh peningkatan insiden pre eklamsia-eklamsia pada ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru (materi genetik yang berbeda).
 Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.
 Menurut Rukiyah (2010) Vaskonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi . adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel 1989 yang dikutip oleh Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi utero plasenta yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksi/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan prose hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan menggangu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu diman peroksidase dan oksidan lebih dominan maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darh melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel – sel endotel akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agresi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotinin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
 Menurut Zweifel (1922) yang dikutip oleh Manuaba (2008) mengemukakan bahwa gejala gestosis tidak dapat diterangkan dengan satu faktor atau teori tetapi merupakan multifakor (teori yang menggambarkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks yang oleh Zweifel disebut diseases of theory. Berbagai teori yang mencoba menerangkan gambaran klinis adalah genetic, teori imunologik, teori iskemia region uteroplasenter, teori kerusakan endotel pembuluh darah, teori radikal bebas adan kerusakan endotel, teori trombosit, dan teori diet yang diterangkan untuk kepentingan sehari-hari adalah teori diet dan teori yang diakui POGI. Menurut teori diet ibu hamil, kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi untuk pembentukan tulang dan organ lain janin, yaitu 2-2,5 g/hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tak jenuh sehingga dapat menghindari dan menghambat pembentukan trombokson dan mengurangi aktivitas trombosit. Oleh karena itu, minyak ikan dapat menurunkan kejadian pre eklamasia / eklamasia. Diduga bahwa minyak ikan mengandung kalsium. Fungsi kalsium dalam otot jantung menimbulkan peningkatan kontraksi sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan volume sekuncup jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Kalsium pada otot pembuluh darah mengendalikan dan mengurangi kontraksi-kontraksi sehingga tekanan darah dapat dikendalikan bersama dengan vasokontriktor lainnya. Kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium dari jaringan otot sehingga menimbulkan manifestasi sebagai berikut : keluar dari otot jantung menimbulkan melemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan volume sekuncup sehingga aliran darah akan menurun; keluar dari otot pembuluh darah akan menimbulkan kontraksi, meningkatkan tekanan darah tinggi.
Dengan demikian ibu hamil memerlukan 2 – 2,5 g kalsium untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah menjadi konstan, sehingga tidak akan menimbulkan peningkatan tekanan darah. Dalam praktik sehari-hari, bidan sudah dapat memberi kalsium pada ibu hamil yang merupakan otot polos dapat digambarkan sebagai berikut :
1)    Ikatan antara myosin dan aktin menjadi dasar terjadinya kontraksi dengan peranan kalsium.
2)    Bila terjadi penurunan konsentrasi kalsium akan terjadi reaksi yang berlawanan sehingga kontraksi meurun dan akibat terdapat penurunan volume sekuncup jantung dan seterusnya mengakibatkan iskemia region. Penurunan kalsium dapat terjadi karena masukan  yang kurang, kemampuan resorbi menurun kalsium mengalami keterasingan (terisolasi)
Hal ini menyebabkan mata rantai peranan terputus. Pemberian kalsium 22,5 g pada ibu hamil akan menurunkan kejadian pre eklampsia / eklampsia yang bermakna terutama melalui kerja pada miosis kinase rantai ringan. Dalam standar pendidikan obstetric dan ginekologi, POGI tersurat teori yang dianut “iskemia region uteroplasenter” dengan teori lainnya. Kejadian pre eklampsia/ eklampsia yaitu antara antepartus, intrapartus dan pasca partus.
 Klasifikasi
1)    Pre-eklamsia ringan
Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :
a)    Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b)    Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c)    Proteinuria secara kuantitatif  lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2.
d)    Tidak disertai gangguan fungsi organ
 2)    Pre-eklamsia berat
Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat :
a)   Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.
b)   Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
c)   Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :
d)   Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
e)   Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
f)   Terdapat edema paru dan sianosis.
g)   Gangguan perkembangan intra uterin
h)   Trombosit < 100.000/mm3

5.    Gejala pre eklamsia
Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun menurut rukiyah (2010) mengatakan :
1)    Pre eklamsia Ringan
a)    Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih
b)    Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c)    Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2
d)    Edema pada pretebia, dinding abdomen, lumbosakral, dan wajah
2)    Pre eklamsia Berat
a)    Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b)    Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c)    Peningkatan kadar enzim hati/ikterus
d)    Trombosit < 100.000/mm3
e)    Oligouria < 400 ml/24 jam
f)     Protein urin > 3 gr/liter
g)    Nyeri epigastrium
h)   Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i)     Perdarahan retina
j)     Edema pulmonum

6.    Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :
1)    Perubahan anatomi patologik
a.Plasenta
Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.

b.Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil. Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3) kelainan pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke glomerulus. Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.

c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan hati.
 d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.
f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.
 g.Jantung
Pada sebagian besar  penderita yang mati karena eklamsi jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958) menggambarkan pendarahan subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.
 h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
2)    Perubahan fisiologi patologik
a.Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darh ke plasenta mengakibatkan disfungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada pre eklamsia dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus prematurus.
 b.Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi air garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garm dan dengan demikian juga retensi air. Peranan kelenjar adrenal dalam retensi garam dan air belum diketahui benar. Fungsi ginjal pada pre eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
 c.Perubahan pada retina
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau enyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya pre eklampsia berat; walaupun demikian, vasopasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah persalinan berakhir. Retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita pre eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
 d.Perubahan pada Paru – paru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar