Pada
preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac
output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis
microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Michael, 2005). Perubahan pada organ-organ:
1) Perubahan
kardiovaskuler.
Gangguan
fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena,
dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular
terutama paru (Cunningham, 2003).
2) Metabolisme air
dan elektrolit
Hemokonsentrasi
yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah
air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan
eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi
kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan
garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,
sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan
protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,
2005 ).
3) Mata
Dapat dijumpai
adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio
retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran
darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina (Rustam,
1998).
4) Otak
Pada penyakit yang
belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada
keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo, 2005).
5) Uterus
Aliran darah ke
plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.
Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan
kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada
preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan
dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Rustam,
1998).
5.
Gambaran Klinis Preeklampsia
5.1 Gejala
subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal,
skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang
meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun
akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat
(Trijatmo, 2005).
5.2.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi;
peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael,
2005).
6.
Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis
preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu;
1) Preeklampsia
ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.
• Proteinuria
kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstream.
2) Preeklampsia
berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+
atau 4+.
• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
• Terdapat edema paru dan sianosis
• Trombositopeni
• Gangguan fungsi hati
• Pertumbuhan
janin terhambat (Lanak, 2004).
7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
a) Penanganan umum.
• Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.
• Pasang infus RL ( Ringer Laktat )
• Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload
• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
• Jika jumlah urin < 30 ml perjam:
o Infus cairan
dipertahankan 1 1/8 jam
o Pantau
kemungkinan edema paru • Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai
aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
•
Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
•
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema
paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik
misalnya furosemide 40 mg intravena.
• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati
(Abdul Bari, 2001).
b) Antikonvulsan.
Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat
yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa
menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat
ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular
dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu
•
Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan
diberikan dalam 15-20 menit.
•
Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena.
•
Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan
infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l).
• MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
Injeksi intramuskular intermiten:
• Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.
• Lanjutkan
segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%) disuntikan dalam di kuadran
lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri).
Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam
bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit.
Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram
perlahan.
•
Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam
ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan
bahwa:
o Refleks
patela (+)
o Tidak
terdapat depresi pernapasan
o Pengeluaran
urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml • MgSO4 dihentikan 24 jam setelah
bayi lahir.
• Siapkan antidotum
Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau
berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena
perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.
c)
Antihipertensi.
• Obat
pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5
menit sampai tekanan darah turun.
• Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau
12,5 intramuskular setiap 2 jam.
• Jika
hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
o Nifedipine
dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.
o Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah
tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg
intravena (Cunningham, 2003).
d) Persalinan.
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat
koagulopati. Anestesi yang aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan
anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar